Dua Narasi Wastra dari Sumba dan Belu di Runway Jakarta Fashion Week 2026
Ada sesuatu yang magis saat wastra dipresentasikan di atas runway. Motif-motif tradisional yang tergambar di atas kain seakan berbisik, menuturkan kisah yang memberi arti. Momen seperti inilah yang tercipta di Jakarta Fashion Week 2026, ketika Pondok Indah Mall, yang merupakan rumah bagi dua department store prestisius: SOGO dan METRO, menghadirkan presentase mode “SOGO featuring Tandamata, METRO featuring Balijava by Denny Wirawan”.
Diselenggarakan pada Kamis, 30 Oktober 2026, pergelaran ini menghadirkan dialog menarik antara tradisi dan modernitas. Dua jenama, yaitu Tandamata dan Balijava by Denny Wirawan, tampil membawa tafsir berbeda atas wastra asal Nusa Tenggara Timur, menyatukan nilai sejarah dan estetika masa kini sesuai tema besar ‘Legacy of Style’ dari JFW 2026.
Balijava by Denny Wirawan: ‘Bumi Sabana’ dan Jejak Alam Sumba
Balijava by Denny Wirawan membawa penonton mengeksplorasi ‘Bumi Sabana’ di Sumba yang tak pernah habis menjadi sumber inspirasi karena kecantikan alamnya. Koleksi ini merekam denyut kehidupan alam Sumba dan menerjemahkannya ke dalam busana yang chic, modern, dan berjiwa alami.

Para model membawa energi tinggi ke atas runway, memeragakan busana-busana yang bold, terstruktur kokoh, dan modern yang menempatkan kain Tenun Sumba sebagai sorotan. Nuansa Sumba juga ditampilkan lewat detail bordir dan aplikasi berbentuk flora dan fauna khas daerah tersebut, seperti kuda dan rusa. Selain dari Sumba, Denny Wirawan juga mengambil inspirasi dari gaya busana khas Skotlandia, terlihat dari hadirnya rok untuk pria, motif gingham dan glen plaid, serta newsboy cap.

Untuk show kali ini, Denny juga menekankan semangat keberlanjutan. Seluruh proses penciptaan koleksi menerapkan prinsip zero waste, dengan mengusung filosofi reduce, recycle, reuse. Potongan-potongan kain sisa diolah kembali menjadi aplikasi dan aksesori, mewujudkan harmoni antara kreativitas dan kesadaran lingkungan.
Tandamata: ‘Uma Manaran’ dan Harmoni dari Timur
Sementara itu, Tandamata menghadirkan ‘Uma Manaran’, sebuah koleksi yang menghadirkan perenungan tentang makna rumah dan kebersamaan. Dalam setiap kain Tenun Mandeu dari Belu, terangkai motif yang mengisahkan tentang manusia yang hidup selaras dengan alam dan budaya. Motif-motif unik dari Tenun Mandeu inilah yang kemudian diangkat Tandamata dalam 25 look di koleksi ini.

Motif Rumah Adat Lopo, simbol persatuan dan nilai luhur masyarakat Belu, menjadi pusat inspirasi, berpadu dengan motif manusia, flora, fauna, dan bentuk-bentuk geometris. Bordir halus dari motif-motif tersebut ditempatkan dengan presisi, menandakan craftmanship yang tinggi. Sementara payet berkilau ditambahkan untuk memberi kesan mewah dan elegan.
Busana-busananya hadir dengan gaya beragam, mulai dari yang terstruktur, layered, flared, dan longgar, dalam bentuk gaun, tunik, rok, blus, kemeja pria, sampai outer berupa jaket bomber dan long coat. Warna navy, marun, taupe, hitam, dan abu-abu gelap berpadu dengan off white dan ivory untuk menghadirkan kesan kontemporer.

Dari Belu hingga Sumba, dari rumah para perajin sampai ke runway JFW, PIM 3 pada malam itu menjelma menjadi ruang di mana warisan budaya dan inovasi bertemu. Melalui fashion show “SOGO featuring Tandamata, METRO featuring Balijava by Denny Wirawan”, JFW 2026 kembali menegaskan bahwa mode bukan hanya tentang busana, tetapi juga tentang kisah menjaga akar budaya masa lampau tapi membiarkannya tumbuh agar tetap relevan dengan masa kini.
Dapatkan info terkini seputar pergelaran Jakarta Fashion Week 2026 di situs ini, juga bisa klik media sosial resmi Jakarta Fashion Week berikut ini: Instagram, Facebook, TikTok, Twitter, dan Pinterest. (JFW)
Leave a Reply