Puspawarna Sinema Indonesia dalam Panorama Malam Anugerah FFI 2025

Tiga minggu berlalu sejak gemerlap Jakarta Fashion Week 2026 usai. Tak berselang lama, DKI Jakarta kembali hadir sebagai episentrum seni kontemporer. Kali ini lewat panggung yang memuliakan karya anak bangsa dalam medium gambar yang bergerak dalam cerita, suatu perayaan sinema yang memantulkan dedikasi para pelaku di balik layar. Malam Anugerah Piala Citra FFI 2025 menjadi selebrasi hangat yang berbalut kemilau, menghadirkan aura penghormatan bagi perjalanan panjang perfilman tanah air.

Perayaan 70 Tahun sinema Indonesia ini dibuka oleh parade wajah-wajah yang begitu akrab di benak penonton: aktor dan aktris yang karyanya telah mengisi ruang-ruang bioskop, juga para sineas yang jarang tampil di depan kamera tapi menjadi penopang utama kisah-kisah ikonik kesayangan penonton. Mereka melangkah di karpet merah yang membentang menuju gedung bersejarah Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, pada Kamis, 20 November 2025.

Mengusung tema ‘Puspawarna Sinema Indonesia’, malam anugerah ini merayakan prestasi artistik yang lahir dari keragaman rona, identitas, serta perspektif kreatif, sebuah kain penuh warna yang merajut wajah sinema nasional.

Duta FFI 2025 Sheila Dara dan Ringgo Agus menyapa undangan.

Malam Anugerah dibuka dengan sambutan Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, yang memaparkan bahwa hingga November 2025, lebih dari 75 juta penonton sudah menikmati film Indonesia. Selain itu, ia juga menyampaikan data bahwa film-film Indonesia berhasil menguasai sekitar 70 persen box office nasional. Sebuah capaian monumental yang membuktikan bahwa sineas Indonesia mampu menciptakan sekaligus merebut pasar nasional di tengah dominasi studio besar mancanegara. Pernyataan tersebut disambut gemuruh tepuk tangan para undangan, sebuah penghargaan antar pekerja film yang memahami kerja keras kolektif yang telah dicurahkan.

Malam dilanjutkan dengan sebuah medley musikal yang dengan cerdas merangkai judul-judul film panjang seleksi FFI 2025 sebagai satu komposisi lirik. Medley yang dibintangi para duta FFI 2025, Sheila Dara dan Ringgo Agus, di bawah arahan kreatif Sherina Munaf ini juga menyoroti proses panjang pembuatan film dalam adegan-adegannya, seperti penulisan skenario, pra-produksi, penyutradaraan, hingga penyuntingan gambar.

Dihiasi kilasan poster dari film Jumbo hingga Pengepungan di Bukit Duri, penampilan tersebut mengajak para undangan menelusuri memori, mengingatkankan bahwa sinema bukan hanya karya seni, melainkan bagian dari perjalanan sebuah bangsa dan masyarakatnya.

Kru dan Pemain Film Pangku, Pemenang Piala Citra untuk Film Panjang Terbaik.

Seiring malam bergulir, panggung berganti-ganti diisi para insan perfilman yang membacakan daftar pemenang setelah melalui proses penjurian sejak 9 September 2025. Kategori utama berlangsung sengit, tapi pada akhirnya film Pangku, debut penyutradaraan aktor Reza Rahardian, berhasil meraih Piala Citra untuk Film Terbaik.

Sementara itu Yandy Laurens menyabet Piala Citra Sutradara Terbaik melalui film box office-nya, Sore: Istri dari Masa Depan, yang juga menjadi official entry Indonesia untuk Oscar 2026 kategori Best International Feature Film. Sheila Dara meraih Aktris Terbaik dari film yang sama, sementara Aktor Terbaik jatuh kepada Ringgo Agus lewat perannya dalam Panggil Aku Ayah. Masing-masing bersinar melalui penguasaan mendalam atas kriya yang mereka tekuni.

Elemen-elemen teknis seperti sinematografi, penyuntingan gambar, penataan musik, hingga penataan busana turut dirayakan sebagai penanda kematangan craftsmanship yang membangun dunia sinematik. Sorotan khusus jatuh pada ranah yang dekat dengan dunia mode: Penata Busana Terbaik, yang tahun ini dianugerahkan kepada Victoria Esti Wahyuni untuk karyanya The Shadows Strays. Sebuah penghargaan yang bukan hanya merupakan pengakuan profesional, melainkan apresiasi terhadap ketelitian dan imajinasi yang menjadikan busana sebagai bahasa visual yang menghidupkan narasi.

Film The Shadow Strays yang memenangkan Penataan Busana Terbaik.

Dalam ‘The Shadows Strays‘, Victoria Esti Wahyuni menghadirkan reka busana bagi film laga bernuansa distopian dan dinamis. “Pentingnya busana dalam perfilman, kita bisa memunculkan karakter yang diinginkan sutradara demi terciptanya dunia dari film tersebut,” ujarnya dalam sesi wawancara di red carpet, kembali mengemukakan kolaborasi sebagai kunci keberhasilan sebuah film.

Warna-warna tegas yang menyimpan makna, tekstur yang mencerminkan struktur sosial, hingga siluet yang mendukung dinamisme dan perjalanan emosional karakter, semuanya menjadi simbol visual yang bekerja dalam diam tapi mendalam. 

Malam pun ditutup dengan sebuah kesan bahwa para undangan sedang menyaksikan  sebuah mosaik besar, buah tangan para pekerja film untuk penonton Indonesia. Perayaan ini menjadi obor bagi dedikasi yang saling bersinggungan membentuk wajah sinema modern Indonesia, merayakan puncak kematangan artistik serta semangat bersama untuk menantang kembali capaian kolektif industri perfilman Indonesia.

Di FFI ke-70 ini, bukan hanya sejarah yang dirayakan, tetapi juga masa depan Jakarta sebagai Kota Sinema, dan mode sebagai salah satu bentuk estetika hidup yang berkelindan bahkan dalam dunia sinema, menyatu dalam alur cerita yang memikat.

Dapatkan info terkini seputar pergelaran Jakarta Fashion Week 2026 di situs ini, juga bisa klik media sosial resmi Jakarta Fashion Week berikut ini: Instagram, Facebook, TikTok, Twitter, dan Pinterest. (JFW)