News

Mengenal Tekstil Sepanjang Perjalanan dari Bandung Sampai Garut

Tuesday, 20 Sep 2016

by JFW

Dari mengenal proses mesin yang canggih, berbagi pengalaman sukses di Bandung, sampai bersahabat dengan alat tenun bukan mesin (ATBM) di Garut, Jawa Barat, perjalanan Jakarta Fashion Week-Indonesia Fashion Forward (JFW-IFF) Factory Visit 2016 yang berlangsung 8-11 Agustus 2016 lalu meninggalkan kesan mendalam bagi para peserta dan kontributor.


Perjalanan pertama dari Jakarta menuju Cimahi dilakukan pada tanggal 8 Agustus 2016, dengan tujuan GISTEX. Menurut Bapak Teguh Hidayat, salah satu co-owner GISTEX, pabrik yang sudah didirikan sejak tahun 1975 di Bandung ini mengawali usahanya dengan memproduksi katun dan rayon. Selanjutnya, GISTEX berkembang dengan merambah 100% polyester woven dyeing fabric berkualitas terbaik, khususnya untuk perempuan. GISTEX juga sangat peduli kepada kekayaan hayati yang rentan tercemar dengan lini usahanya, dan menjadi industri yang ramah lingkungan “GISTEX Go Green”. Tak hanya melakukan preservasi air dan tanaman hijau, ternyata GISTEX juga sangat animal friendly, karena terdapat sudut khusus donasi makanan untuk penampungan binatang.


Hari pertama dilanjutkan dengan gelaran bincang-bincang menarik dari Epson Indonesia bertema “Innovating Textile”, di Retro & Regia Room, Neo Dipatiukur Hotel, yang sekaligus merupakan tempat peserta menginap. Selain peserta Factory Visit, teman-teman dari APPMI Jawa Barat, dan komunitas pencinta fashion di Bandung pun turut hadir meramaikan acara. Makan malam selintas tertunda akibat entusiasme peserta talk show, yang banyak memperkenalkan inovasi baru dalam bidang teknologi terkait tekstil, dengan panduan Bapak Lili Suhendar dan Ibu Lina Mariani, Product Manager Commercial & Industry Epson Indonesia. Menurut mereka, menggunakan mesin cetak digital printing seperti EPSON relatif lebih cepat dan aman, karena menghasilkan limbah yang lebih minim dibandingkan proses cetak analog.


Di hari kedua, para peserta melakukan kunjungan ke Metro Garmin atau PT Masterindo Jaya Abadi. Di sana, peserta yang melihat proses pengolahan benang, pewarnaan hingga menjadi kain. Metro Garmin juga merupakan produsen garmen yang berpengalaman luas dalam menangani berbagai jenis bahan, mulai dari polyester sampai sutra. Kapasitas produksinya mencapai 500.000 lusin per tahun. Dengan produksi yang ulet, mereka juga menangani banyak produk lokal dan luar negeri lain, seperti Olymp, The Men’s Wearhouse, Eddie Bauer, Hathaway, Lands’ End Kirkland Costeo, Calvin Klein, Joseph Abboud, Jos.A.Bank, Hudson Bay, Tommy Bahama, Van Heusen, Ben Sherman, Darkley, dan Bisley.


Sore hari, para peserta berkunjung ke salah satu fashion designer senior kota Bandung, Misan Kopaka, di Jl. Maulana Yusuf No. 17. Ternyata, desainer yang satu ini juga pernah menjadi dokter, dan mendalami pembuatan kue dan roti. Di kesempatan ini, Misan berbagi pengalamannya dalam mempertahankan label bajunya hingga kini. “Semua melalui proses yang panjang dan berawal dari berjualan kue, membiayai kuliah kedokteran, hingga sukses terus menjalankan bisnis di wedding gown, evening dress, maupun koleksi menswear,” ujar Misan.


Hari ketiga, perjalanan para peserta berlanjut ke Garut untuk mengunjungi Viera Sutra Alam. Di tempat itu, seluruh peserta dapat melihat langsung bagaimana alat tenun yang digerakkan tenaga manusia dapat menghasilkan tenun Garut yang indah dan cantik. Ternyata, untuk menghasilkan sehelai kain tenun membutuhkan kerja keras dan passion. Menurut Kang Ruda, pemilik Viera Sutra Alam, agar memiliki motif dan warna, dilakukan tenun warna dengan bergantian. Pewarnaan dilakukan baik dengan bahan kimia sintetis maupun bahan-bahan alami. Viera Sutra Alam tidak hanya membuat tenun, tetapi juga batik tulis dan cap. Pabrik ini adalah salah satu yang berjasa membuatkan materi untuk desainer IFF, TOTON, selama kompetisi International Woolmark Prize Asia Regional. 


Bellini menjadi destinasi para peserta di hari terakhir. Sudah didirikan sejak tahun 1968, Bellini dikenal sebagai pabrik yang banyak memproduksi kebutuhan suiting, uniform, dan garmen. Peserta tidak hanya belajar proses jadi sehelai kain, tetapi juga cara mengemas kain yang siap dipasarkan. Para peserta sibuk menonton proses, mulai dari twisting, cucukan, dan kemudian anyaman, yang berlangsung di pabrik dengan area sekitar 14 hektar. Setiap kain yang diproduksi dari proses tersebut akan melalui inspeksi yang ketat untuk memastikan tidak ada kecacatan dari produk yang sudah jadi. Termasuk, uji ketahanan terhadap tarikan, gesekan, pencucian, penggosokan, dan pemanasan.


Kegiatan JFW-IFF Factory Visit memang selalu membuat kita semakin bangga dengan industri tekstil dan mode nasional. Tidak heran, banyak pihak yang meminta agar kegiatan ini diadakan kembali. Karena itu, Jakarta Fashion Week kembali akan mengadakan Factory Visit ke Solo dan Yogyakarta, pada tanggal 28 November-2 Desember 2016. Kegiatan tersebut tidak hanya mencakup kunjungan pembelajaran ke pusat tekstil dan garmen, tetapi sekaligus melihat langsung produksi batik dengan media kain, kulit, dan juga kayu. Jangan sampai ketinggalan, ikuti terus informasinya di berbagai akun media sosial Jakarta Fashion Week.



Penulis: Ai Syarif / Zea Zabrizkie