News

Kemewahan: Dulu dan Kini

Wednesday, 23 May 2012

by JFW

Memajukan kualitas insan mode tanah air selalu menjadi misi Jakarta Fashion Week (JFW). Bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan dan institut mode ternama asal Italia Istituto Marangoni, JFW mengadakan workshop sarat ilmu dengan pembicara Fabio Ciquera pada 11-12 April 2012 di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat.

Workshop bertajuk “From Ready to Wear to Luxury Industry in Asia” ini mengangkat strategi bisnis busana siap pakai, pemahaman akan industri luxury brand, serta pemanfaatan teknologi. Pada hari pertama, titik utama diskusi terletak pada pemahaman akan luxury brand dan sejarah munculnya kemewahan.

Istilah mewah pertama kali mencuat dalam kalangan keluarga kerajaan yang mementingkan peran penting dalam kehidupan sosial di zaman itu. Barang-barang mewah hanya dibuat dan dipakai oleh raja, yang pada akhirnya dijadikan alat untuk memperkuat status, kekuatan, dan simbol.

“Contohnya adalah Marie Antoinette. Dia memiliki barang-barang yang hanya dibuat untuk dia seorang. Dialah role model zaman itu. dia menciptakan tren,” terang Fabio. Dalam dunia mode, kemewahan biasanya diartikan sebagai sesuatu yang handmade, bersifat craftsmanship, dan unik.

“Bisa dikatakan, tas Hérmes Kelly adalah simbol kemewahan. Untuk mendapatkannya, Anda bisa-bisa harus menunggu 7-10 tahun. Orang-orang sangat menginginkan tas ini namun Hermes tak mau memberikannya dengan mudah. Tas ini hanya dibuat untuk kalangan terbatas,” sambungnya.

Kini, selebriti menjadi alat bagi kampanye kemewahan. Masih ingat Gucci yang meluncurkan heritage campaign dengan memilih putri kandung Grace Kelly sebagai ikonnya. Sebelumnya, Gucci menampilkan Grace Kelly sebagai ikonnya. Gucci berhasil menyampaikan pesan warisan kemewahan pada generasi muda.

Seiring perubahan zaman, kemewahan memiliki pergeseran yang disebabkan beberapa faktor: demokratisasi yang menyamaratakan status sosial masyarakat, peningkatan kemampuan berbelanja, globalisasi yang membuka batasan antar negara, kemudahan berkomunikasi, dan kesamaan bahasa/agama. (Nadya Paramitha/Grazia. Foto: Jennifer A)