
Saya sudah bekerja sebagai perancang kecil-kecilan, dan tidak memiliki latar belakang sekolah mode atau desain. Bolehkah saya ikut LPM?
Tidak masalah, karena syarat untuk mengikuti lomba ini adalah wanita atau pria WNI tanpa batas usia, dan latar belakang pendidikan (terbuka untuk umum). Jika Anda siswa atau lulusan sekolah mode, pendidikan desain/seni rupa dan sejenis, atau profesional di bidang mode, tentunya itu bisa menjadi nilai plus.
Mengapa latar belakang sekolah mode, desain, atau seni rupa itu bisa jadi nilai plus untuk calon peserta yang bukan profesional di bidang mode?
Tentu saja untuk meningkatkan kualitas calon peserta, sekaligus memberikan penyaluran yang baik untuk para siswa atau lulusan sekolah mode dan desain yang makin banyak di Indonesia. Yang jelas, panitia penyelenggara ingin agar para finalis dan pemenang nantinya memiliki komitmen untuk mengembangkan bakatnya dalam bidang desain dan industri mode umumnya, dan tidak berhenti setelah ikut kompetisi ini saja.
Dalam kriteria lomba disebutkan bahwa peserta harus membuat 10 sketsa desain untuk sebuah koleksi busana wanita siap pakai; apa maksudnya?
Ke-10 desain tersebut harus memiliki satu kesatuan tema tertentu sehingga bisa dikategorikan menjadi satu koleksi. Peserta bebas menentukan temanya, tetapi tetap merefleksikan tema besar. Lengkapi setiap sketsa desain dengan detail rancangan, seperti lebar bis, lebar manset, bentuk kerah dan sebagainya, serta contoh bahan yang digunakan, dalam potongan 5x10cm untuk setiap bahannya.
Bisakah dijelaskan mengenai kriteria penilaian dari dewan juri?
Pertama, kreativitas dan orisinalitas. Karena ini adalah lomba, maka peserta yang menampilkan kreativitas karya yang tinggi akan mendapat nilai bagus.
Kedua adalah teknik pembuatan. Misalnya saja, walaupun peserta tidak disyaratkan bisa menjahit, mereka tetap harus dapat menjelaskan teknik menjahit dan polanya. Tingkat kesulitan pembuatan dan hasilnya menjadi penilaian utama juri untuk poin ini.
Ketiga, daya pakai. Karena diharapkan para peserta dapat menjadi profesional di bidang ini, sehingga karyanya tidak boleh hanya indah dilihat, tetapi harus bisa dinikmati dan dipakai oleh konsumen.
Keempat adalah daya jual, artinya karya ini memiliki nilai secara ekonomi. Jika diletakkan di etalase toko, orang akan tertarik untuk membelinya.
Kelima adalah sesuai tren. Meningkatnya peran digital dalam kehidupan sehari-hari termasuk di dunia fashion membuat para pelaku industri mode juga harus peka pada perkembangan e-commerce, tanpa meninggalkan DNA desainnya.
Terakhir, tentu saja harus sesuai tema. Tahun 2021 tema besar adalah Esensi Indonesiana, tafsiran gaya kontemporer Indonesia, baik melalui konsep, bahan, warna, motif, maupun siluet.
Jika calon peserta tidak dapat menjahit, namun mengerti pola, seberapa besar kemungkinan menang?
Kemenangan ditentukan oleh setidaknya empat kriteria penilaian, dan kemampuan menjahit tidak menjadi syarat utama. Yang penting, peserta harus mampu menjelaskan konsep dan teknik menjahitnya secara benar dan lengkap kepada Dewan Juri, sehingga tidak terjebak pada gambar yang bagus, tetapi begitu diwujudkan, presentasinya buruk karena memang tidak memungkinkan secara teknik pola maupun menjahitnya.
Bagaimana tahap penjurian peserta?
Proses penjurian akan terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama, seluruh berkas peserta yang masuk dan memenuhi syarat akan dinilai oleh tim yang terdiri atas fashion editor senior dan Jakarta Fashion Week. Tim ini akan membuat nominasi peserta dan mengerucutkannya menjadi 20 Semifinalis.
Pada penjurian Semifinal, para peserta harus mewujudkan 2 (dua) koleksinya, dan mepresentasikannya di depan Dewan Juri. Dari situ Dewan Juri akan memilih 10 Finalis, yang harus mewujudkan total 5 (lima) koleksi untuk penjurian Final. Salah satunya harus diwujudkan memakai bahan viscose atau rayon yang akan disediakan Panitia LPM.
Di penjurian Final, Finalis harus membuat presentasi koleksi dalam bentuk booth, yang menjadi penentu penilaian. Koleksi Finalis juga akan tampil dalam virtual fashion show Jakarta Fashion Week 2022.
Tim Dewan Juri terdiri atas tokoh-tokoh dalam industri mode, termasuk dari industri e-commerce, garmen, edukasi mode, media, hingga pengamat mode.
Kesalahan apa yang biasa dilakukan Finalis sehingga mereka tidak menang?
Sebenarnya bukan kesalahan, tetapi memang untuk menjadi Finalis saja tidak mudah, karena penjurian yang begitu ketat dengan berbagai aspek penilaian. Kegagalan yang utama biasanya bersumber dari busananya itu sendiri. Bisa karena kurang rapi, kurang punya daya pakai, atau bahkan agak melenceng dari desain sebelumnya.
Wawancara juri juga tidak boleh dianggap remeh karena di sinilah para Finalis diuji untuk bisa menjelaskan dengan sistematis dan menarik tentang karya busana yang dibuatnya. Juri juga biasanya akan banyak mengeksplorasi pertanyaan berkaitan dengan motivasi peserta mengikuti lomba ini.
Bila menjadi Finalis dan tidak menang, bolehkah ikut lagi di tahun berikutnya?
Boleh. Sebelumnya sudah ada beberapa finalis yang seperti itu. Persiapkan segalanya dengan lebih baik agar Anda dapat keluar sebagai pemenang. Selain berkesempatan menang, Finalis akan tampil di Jakarta Fashion Week, sebuah etalase bidang industri mode Indonesia.