News

Menapis Bakat Terbaik dalam “A Journey To The World”

Friday, 7 Nov 2014

by JFW

Acara Dewi Fashion Knights selalu sukses menjadi penutup yang manis untuk rangkaian acara Jakarta Fashion Week. Tahun ini, untuk ketujuh kalinya majalah Dewi mempersembahkan acara yang menjadi panggung terdepan bagi bakat-bakat mode Indonesia dan menjadi salah satu acara yang paling ditunggu sepanjang Jakarta Fashion Week. 

Dengan tema “Journey to the World”, lima orang desainer terpilih untuk tampil di acara yang berlangsung di Fashion Tent, Jakarta Fashion Week, pada Jumat malam, 7 November 2014. Mereka adalah Auguste Susastro, Nur Zahra, Priyo Oktaviano, Sapto Djojokartiko, dan Vinora Ng. Kelima desainer ini terpilih karena memiliki karakter, kualitas craftsmanship, inovasi, konsistensi, daya tarik karya, dan potensi yang luar biasa besar. 

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, desainer yang terpilih tahun ini adalah hasil analisa tim majalah Dewi bersama Dewi Fashion Panel yang terdiri dari Jati Hidayat (Direktur Pengembangan Editorial Femina Group), Mia Egron (Board Director & Chief Commercial Officer Plaza Indonesia), serta Andien (Penyanyi & Fashion Influencer). Menurut Ni Luh Sekar, Chief Community Officer majalah Dewi, tema “A Journey To The World” menceritakan tentang perjalanan serta penjelajahan indera dan sukma. Bagi para kelima desainer ini, dunia memang merupakan sumber penjelajahan kreativitas mereka yang tanpa batas.   

Show kali ini dibuka dengan segmen khusus dari PermataBank Priority yang bekerja sama dengan Iwan Tirta Private Collection yang terdiri dari 12 rancangan dengan motif batik klasik inggil khas sang maestro. Selanjutnya karya ksatria mode pertama yang menampilkan koleksinya adalah Priyo Oktaviano. Terpesona dengan eksotisme Afrika dan keinginan kuat untuk mentransformasikan jeans dalam sentuhan high fashion. 

Hasilnya, koleksi “African Blu” hadir dengan palet warna biru dan gelap. Jeans yang biasanya lekat dengan kesan kasual direkonstruksi ulang menjadi lebih feminin dan elegan. Material sutra, chiffon, dan linen, serta detail craftsmanship yang dikerjakan dengan ketelitian tinggi seperti teknik gurat potong yang artistik, teknik lipit dan drapery, embroidery, dan studs batu kristal berukuran besar tampak cantik bersanding dengan aksen motif lurik jawa. Sementara nuansa belantara Afrika dihadirkan Priyo lewat aplikasi bulu-bulu unggas dan motif bunga-bunga liar. 

Desainer kedua, Vinora, mengambil garis rancangan dari kawasan Arktik dan Antartika. Kesan dingin dari belahan bumi paling ujung ini diterjemahkannya dalam warna monokromatis putih yang dingin. Koleksinya kali ini lebih banyak menampilkan basic pieces seperti kemeja dan tailored jacket dengan kontruksi yang kuat. Aplikasi raw fabric cut memberikan hasil akhir yang istimewa.

Nur Zahra mengambil napas dari kekayaan budaya masyarakat Indian Navajo. Hal ini ditunjukkannya dengan jelas lewat berbagai cape lebar khas suku Indian dengan warna biru dan cokelat. Jumpsuit berpadu dengan jaket dan terusan longgar dengan aksen rumbai pada bagian bawahnya menjadi highlight bagi penggunanya.   
Auguste Susastro seolah bercerita mengenai kedigdayaan para Tsar Rusia lewat desainnya yang tegas. Tailored pants dan jacket tak kehilangan sisi femininnya di tangan Auguste. Sementara atasan putih yang simpel menjadi berbeda dengan juntaian panjang di bagian belakangnya. 

Ksatria mode terakhir yang menampilkan karyanya adalah Sapto Djojokartiko yang mengambil inspirasi dari hidup Mata Hari, salah satu wanita yang paling terkenal di paruh abad ke-20. Interpretasinya muncul dalam siluet yang modern. Koleksi ini terlihat mewah dengan motif dan aplikasi teknik beading kristal yang rumit. Hasilnya, dress panjang maupun panduan celana dan jaket terlihat sangat elegan.