News

Hari-Hari Bersama Industri Seni Bali (Bagian 1)

Sunday, 13 Aug 2017

by JFW

Jakarta Fashion Week memang merupakan program unggulan Femina Group yang senantiasa ditunggu para pecinta fashion Indonesia. Menjelang gelarannya yang ke-sepuluh, berbagai ajang menarik disuguhkan, di antaranya Lomba Perancang Mode dan Lomba Perancang Mode Menswear. Dengan adanya penghargaan bergengsi ini, tentu banyak talenta muda yang ingin mencari inspirasi, karenanya, diadakanlah kembali wisata edukatif rutin bersama Jakarta Fashion Week dan para desainer Indonesia Fashion Forward, yang juga terbuka untuk umum, JFW Factory and Cultural Visit.

Tak ada habisnya jika kita membahas wastra dan kerajinan Indonesia. Kearifan lokal yang tersimpan di balik tiap helai benang dan tiap jalinan tangan ini kemudian menyokong pertumbuhan ekonomi, kelangsungan lingkungan dan kesejahteraan manusia di sekitarnya. Mengenal filosofi di balik setiap seni yang mengukir budaya Indonesia diharapkan membuat para insan mode semakin menghargai keanggunan dan kerumitan produk olahan tangan Indonesia. Daerah yang kini dieksplorasi adalah pulau Bali nan eksotis.



Kearifan di Balik Kilau Perak

Kunjungan diawali di sebuah pusat tempa perhiasan perak dan emas, UC Silver & Gold, atau yang lebih dikenal dengan UC Silver. UC Silver dimulai sebagai sebuah toko perhiasan perak kecil yang mengkhususkan pada desain unik dan tidak biasa. “UC” merupakan singkatan dari "Ubud Corner ", nama daerah Bali, Indonesia, tempat kantor pertama UC Silver didirikan di tahun 1989. Logo bulat yang dikelilingi lingkaran merah melambangkan empat bersaudara pendirinya, I Ketut Sudiarsana, I Nyoman Eriawan, I Made Dharmawan, dan I Wayan Sutedja.


Di tempat ini, para peserta menyaksikan perjalanan kerajinan perak yang berawal dari proses peleburan perak murni dengan rasio alloy tertentu. Pencampuran yang dilakukan dengan hati-hati ini bertujuan untuk memperkuat perak agar tak mudah penyok. Selanjutnya, perak dibentuk, dipoles, dan diberi pernik perhiasan dengan bantuan lem dari buah piling-piling. Perhiasan perak ini kemudian mengalami proses poles-cuci sampai 4-5 kali hingga mendapat kilau yang sempurna. 

UC Silver menggenggam teguh empat prinsip dalam kreasinya, yaitu pemeliharaan dan pelestarian budaya, sistem kekerabatan yang menyatukan, keberanian dalam mengambil inisiatif dan langkah berani untuk menjadi yang terbaik dan terpenting, serta senantiasa  berusaha untuk memberikan kebahagiaan dan untuk mencintai orang lain dan alam semesta sehingga mereka juga bisa merasakan kebahagiaan yang sama dalam hidup.


 

Warisan Cinta Untuk Indonesia

Antonio Blanco adalah nama yang kedengaran asing sekaligus akrab bagi pencinta seni dan budaya Indonesia. Mario Antonio Blanco memang seorang pelukis keturunan Spanyol dan Amerika, namun cintanya terhadap Indonesia terpatri erat dalam ratusan koleksinya yang diabadikan di Museum Blanco, Ubud. Lahir di Manila, Filipina 15 September 1912, Blanco membangun sebuah rumah sekaligus studio di atas tanah pemberian Raja Ubud dari Puri Saren, Tjokorde Gde Agung Sukawati. Menikahi Ni Ronji, seorang penari Bali kawakan, di tahun 1953, Blanco menetap di Bali hingga akhir hayatnya.


Sekitar 300 karya seni tersimpan dengan rapi di museum Antonio Blanco di Ubud, yang dibangun pada tanggal 28 Desember 1998, setahun sebelum kematian sang maestro. Museum ini sebelumnya merupakan studio sekaligus kediaman keluarga Blanco. Banyak jejak perjalanan Blanco terserak di museum ini, termasuk karyanya yang belum sempat terselesaikan, masih menggantung bisu di atas kuda-kuda. Pemerhati seni, baik nasional dan internasional, kerap menilik karya Blanco sebagai karya dengan nilai seni tinggi yang sarat dengan gambaran kehidupan orang Bali.


Banyak penghargaan lukisan yang disabet Blanco, dan tidak hanya itu, bahkan Juan Carlos I, Raja Spanyol pada masa itu, menganugrahkan gelar bangsawan “Don” bagi Blanco. Namun, Bali tetap dipilihnya jadi tempat berlabuh. Antonio Blanco memiliki empat orang anak yaitu, Cempaka, Mario, Orchid dan Mahadewi. Mario Blanco sendiri yang menyambut dan memaparkan karya-karya ayahnya kepada kami. Memiliki banyak kemiripan, termasuk kelokan rupa, Mario juga menyimpan bakat yang sama dengan sang ayah. Namun sementara sang ayah senantiasa mengabadikan lekuk wanita, Mario lebih memilih menatah keindahan alam di atas kanvasnya.

 

Setelah puas memanjakan mata di Museum Blanco, kami menghaturkan salam ke rumah dinas Bupati Gianyar, Bapak AA. Gede Agung Bharata. Bupati yang murah senyum ini menuturkan demografi dan perkembangan ekonomi kreatif di daerahnya dengan entusias. Dari paparannya, para peserta dapat melihat celah kerjasama dan kolaborasi yang mungkin dilakukan untuk semakin mengangkat kesenian dan kerajinan lokal agar bisa mendunia.

 
Baca juga: Hari-Hari Bersama Industri Seni Bali (Bagian 2)




Penulis: Zea Zabrizkie