News

Antara Fashion dan Alam

Monday, 26 Oct 2015

by JFW

Untuk pertama kalinya, British Council bekerja sama dengan Jakarta Fashion Week meluncurkan Sustainable Fashion Forum, 26 Oktober 2015, di Atrium Senayan City. Sustainable fashion adalah konsep rantai desain berkelanjutan, yaitu produk fashion yang dirancang dan diproduksi dengan pertimbangan lingkungan serta dampak sosial yang ditimbulkannya. Lucy Siegle, pakar fashion dan jurnalis harian The Guardian, yang hadir pada talk show tersebut mengatakan, fashion adalah isu yang besar. Ia berdampak pada kultur industri. Banyak terjadi perbudakan pada industri ini, belum lagi kaitannya dengan ketersediaan air, minyak, dan dampaknya terhadap lingkungan. “Oleh karena itu diperlukan sustainable fashion and ethical,” tegasnya.

“Mempromosikan keberlanjutan dalam fashion adalah salah satu upaya British Council dalam mendukung pengembangan industri fashion Indonesia, selain juga menciptakan kesempatan kolaborasi antara perancang fashion Indonesia dan Inggris Raya,” kata Direktur British Council Indonesia, Sally Goggin. Salah satu desainer Indonesia yang diajak untuk berkolaborasi adalah Dian Pelangi. “Kami telah melihat langsung produksi dari Dian Pelangi yang sangat mendukung sustainable fashion,” kata Odette Steele dan Nelly Rose Stewart, perancang dari London College of Fashion yang juga menjadi pembicara pada talk show tersebut.



Dian Pelangi berbagi pengalamannya dalam membuat produk fashion yang ramah lingkungan, sekaligus mampu memberdayakan komunitas lokal. “Produk fashion kami menggunakan produk asli Pekalongan yang dibuat dengan teknik tradisional yang bersahabat dengan alam, bahannya pun menggunakan bahan ramah lingkungan, seperti katun dan sutra. Pewarna yang kami pakai juga pewarna alami, bukan kimia. Bahan sisa kami buat menjadi berbagai aksesori,” terang Dian.

Pemerintah sendiri, menurut Poppy Safitri, Direktur Edukasi dari Badan Ekonomi Kreatif, sangat mendukung sustainable fashion. “Rantai dari fashion harus ditata kembali. Mungkin bisa belajar dari masa lalu, dari kearifan budaya yang menyatu dengan lingkungan,” kata Poppy. Ia mencontohkan upaya Badan Ekonomi Kreatif untuk menggalakkan penggunaan pewarna alami untuk kain. “Memang tidak secerah pewarna kimia, tapi lebih aman bagi lingkungan. Ada beberapa tanaman untuk pewarna alami yang memang sulit dicari dan sudah jarang ditanam, tapi akhirnya penduduk setempat mau menanam kembali.”

“Jadi sehelai baju yang kita pakai memiliki dampak yang besar sehingga kita harus bijak dalam memilihnya,” kata Lucy. Demi meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai apa yang terjadi dibalik pembuatan sehelai baju, pada 27 Oktober 2015 diputar film The True Cost di Senayan City XXI. Film yang diproduseri oleh Lucy itu merupakan film dokumenter tentang sisi lain di balik gemerlap industri fashion.

Penulis: Yudhanti