News

K-Fashion dari Sudut Pandang Desainer Choi Chung-hoon dan Kim Young-hoo

Friday, 6 Jan 2023

by Inaya Pananto

Berkolaborasi dengan Korea Creative Content Agency (KOCCA), Jakarta Fashion Week menghadirkan dua orang desainer asal Korea Selatan, yaitu Choi Chung-hoon dengan jenama DOUCAN dan Kim Young-hoo dengan jenama Saint Ego. 

Setelah menyaksikan show dari kedua desainer yang menjadi presentasi baru dan menarik dalam rangkaian acara Jakarta Fashion Week 2023, kami mendapatkan kesempatan untuk duduk bersama dan berbincang dengan kedua desainer. 
 
Menetapkan janji di sebuah restoran di teras PIM 3, Choi Chung-hoon dan Kim Young-hoo tampak siap berbincang, ditemani segelas Americano dingin atau sering disebut AA (iced americano) di Korea Selatan. 

Wawancara berjalan dengan ringan dan menyenangkan, kedua desainer antusias dan teliti menjawab setiap pertanyaan. Choi Chung-hoon dari DOUCAN dengan pembawaan yang ramah ekspresif dan sarat senyum, sedikit mengingatkan akan paman yang penuh semangat pada acara perkumpulan keluarga. Sementara, Kim Young-hoo dari Saint Ego tampak lebih pemalu dan reserved, namun sangat elaboratif dan tajam ketika memberikan penjelasan.
 
Kedua jenama mode ini memiliki estetika dan arahan desain yang sangat berbeda. DOUCAN berfokus pada pakaian luxury womenswear yang modern, elegan, dan feminin, sementara Saint Ego berfokus pada conceptual menswear, yang menggabungkan unsur streetwear dengan sentuhan konsep avant garde.
 
Menariknya, meskipun memegang dua design direction yang bisa dibilang bertolak belakang, kedua perancang memiliki banyak kesamaan pandang mengenai lanskap fashion Korea Selatan dan bagaimana K-Fashion dapat lebih maju lagi berkembang dan diterima di Indonesia.

Berikut ini obrolan JFW bersama  Choi Chung-hoon dan Kim Young-hoo.
 

JFW: Di Korea Selatan, DOUCAN dan Saint Ego pasti sudah memiliki target pasar masing-masing. Dalam melebarkan sayap memasuki pasar mode Indonesia, apakah ada target pasar tertentu yang Anda tuju?

Choi Chung-hoon: Paling sederhana adalah orang-orang menyukai pakaian saya (DOUCAN). Mungkin orang-orang Indonesia akan menganggap baju saya tergolong mahal, jadi yang saya tuju adalah orang-orang yang menyukai baju-baju saya dan rela mengeluarkan uang untuk membelinya. Jika di Korea Selatan ada lingkungan orang-orang kaya seperti di Gangnam, di Indonesia juga pasti ada lingkungan seperti itu yang mau membeli pakaian saya.
 
Kim Young-hoo: Saya juga sependapat dengan dia (Choi Chung-hoon). Saint Ego memiliki karakteristiknya sendiri dan akan ada orang-orang yang menyukai konsep dan pakaian Saint Ego. Namun, tentunya, ada kendala perbedaan standar harga karena perbedaan negara. Karena itu, saya selalu lebih fokus terhadap desain koleksi yang saya siapkan di setiap season
 

JFW: Dalam meningkatkan awareness brand lokal Korea di Indonesia, apakah DOUCAN dan Saint Ego memiliki rencana untuk menggunakan kolaborasi dengan figur-figur yang sudah terkenal di Indonesia atau lebih memilih jalur pendekatan yang lebih organik, fokus hanya melalui fashion saja?

Disampaikan oleh representatif dari KOCCA, Saint Ego adalah sebuah jenama yang masih terbilang baru sehingga masih fokus dalam memperkuat DNA dan karakteristik sendiri sembari melihat arah ketertarikan konsumen. 
 
Sementara itu, DOUCAN di Korea telah melakukan sejumlah kolaborasi dengan nama-nama besar selebriti Korea Selatan seperti solois dan aktris IU (nama asli Lee Ji-eun) serta personil global girlgroup Blackpink, Rosé.
 
Choi Chung-hoon: Tentu kami memiliki rencana untuk melakukan kolaborasi, dan saya akan sangat menyambut ajakan kolaborasi yang serius. Khususnya untuk kolaborasi di Indonesia, saya akan sangat senang jika bisa berkolaborasi dengan desainer asal Indonesia atau dengan artis dari Indonesia karena akan sangat memudahkan pakaian saya untuk diterima oleh orang-orang di Indonesia.
 

JFW: Untuk DOUCAN, dari yang saya lihat, desain-desain Anda sangat sejalan dengan style banyak selebriti atau sosialita Indonesia karena feminin, modern, dan anggun. Karenanya saya merasa akan sangat menarik jika melakukan kolaborasi lebih lanjut bersama dengan figur-figur Indonesia juga.
 
Choi Chung-hoon: Ya betul! Dengan kolaborasi seperti itu juga dapat meningkatkan awareness terhadap brand saya. Ngomong-ngomong, soal kolaborasi, akan ada acara drama Korea di Netflix berjudul The Faboulos yang akan segera tayang dan di sana banyak baju-baju DOUCAN yang akan muncul. Kalau Anda bisa menontonnya, akan sangat menyenangkan.
 

JFW: DOUCAN banyak mengambil inspirasi dari alam seperti bunga, terumbu karang, dan lain sebagainya. Akan tetapi, Anda mengolah inspirasi tersebut ke dalam cetakan motif yang justru relatif geometris dan modern. Apa yang membuat anda tertarik terhadap tipe motif seperti itu?
 
Choi Chung-hoon: Tidak ada alasan tersendiri di balik itu sebenarnya. Karena itu DNA saya dalam mendesain. Saya menyukai alam dan keindahannya, jadi ketika mendesain saya selalu secara tidak sadar tertarik kembali ke unsur-unsur alam. Lalu ketika kemudian saya utak-atik lagi, saya desain lagi, motif seperti itulah yang muncul dan saya menyukainya.


(Foto: Motif dan desain signature dari DOUCAN.)

JFW: Untuk Saint Ego, masyarakat pemerhati fashion di Korea mungkin sudah lebih familiar dengan tipe desain pakaian yang Anda bawa. Akan tetapi arahan desain Saint Ego yang tergolong sangat unik ini sejujurnya cukup baru dan masih asing di lanskap desain Indonesia. Apakah upaya atau pendapat Anda mengenai bagaimana masyarakat Indonesia bisa lebih relate dengan Saint Ego sebagai sebuah brand?
 

Kim Young-hoo: Ini adalah tantangan untuk banyak  street style brand  yang memiliki karakteristik desain unik dan mungkin tidak bisa dikenakan di segala occasion. Karena itu, di Korea, sejumlah  street style brand terkadang bergabung dan berdiskusi membahas statistika peluang bisnis dan pasar-pasar negara mana saja yang mungkin dapat menerima desain kami. Tapi memang, faktor keunikan dalam desain itu salah satu yang membuat memperkenalkan Saint Ego ke negara-negara lain menjadi cukup sulit apalagi ditambah Saint Ego belum lama didirikan jadi masih banyak mengetes pasar.
 

JFW: Sebagai brand yang masih baru, Saint Ego mengeluarkan koleksi pertamanya yang berkonsep ‘My Universe’ atau dunia yang ada di kepala Kim Young-hoo sebagai seorang desainer. Untuk koleksi-koleksi ke depannya, universe seperti apakah yang akan ditunjukkan oleh Saint Ego?

Kim Young-hoo: Sebenarnya, Saint Ego selalu mengembalikan konsepnya kepada kehidupan sehari-hari. Dalam menggali sebuah tema, saya akan menemukan sejumlah keywords yang sangat menarik bagi saya dan kemudian dapat dikembangkan ke dalam sebuah koleksi. Untuk koleksi ke depannya saya masih dalam proses pertimbangan, tetapi saya akan selalu kembali lagi mencari dari kehidupan sehari-hari dan dunia saya. 


(Foto: Karakteristik desain streetwear yang unik dari Saint Ego.)

JFW: Budaya fashion Korea sudah semakin marak masuk ke Indonesia dan dapat diterima dengan baik dan antusias. Bagaimana sebaliknya, apakah fashion Indonesia sudah mulai bisa masuk dan diterima Korea? Apa pandangan para desainer tentang ini?

Choi Chung-hoon: Menurut saya sangat memungkinkan (brand fashion Indonesia diterima di Korea). Mungkin ada sejumlah penyesuaian yang perlu diperhatikan karena adanya perbedaan musim antara Indonesia dan Korea. Pakaian-pakaian brand Indonesia mungkin kurang cocok untuk dikenakan di musim dingin dan musim gugur, akan tetapi untuk musim panas sangat mungkin untuk dipakai. Dari waktu singkat saya di Indonesia sejauh ini, saya sudah melihat sejumlah baju yang sepertinya bagus dan cocok jika dipakai di Korea.
 
Kim Young-hoo: Jawaban saya sebetulnya mirip. Tapi semua kembali ke desainer masing-masing. Contohnya seperti hijab yang Anda kenakan (memberi gestur kepada hijab yang dikenakan oleh interviewer), hijab adalah artikel pakaian yang bisa dipakai di seluruh dunia tapi kembali lagi apakah sang desainer merasa pakaian mereka bisa masuk atau tidak ke pasar Korea. Terlepas dari masalah agama, style, dan keunikan desainer masing-masing sebenarnya bisa-bisa saja fashion Indonesia diimplementasikan di Korea, tapi memang mungkin khusus untuk musim panas atau koleksi Spring-Summer.
 

JFW: Untuk saat ini, apakah sudah terdengar masuknya fashion Indonesia di Korea?

Choi Chung-hoon: Saya belum pernah mendengar dan belum pernah berkesempatan untuk berinteraksi langsung. Kalau dari segi kebudayaan dan lain sebagainya sudah terdengar, tapi kalau khusus fashion sampai saat ini belum terdengar. 
 
Kim Young-hoo: Menurut saya, contohnya seperti di Eropa atau Amerika, mereka sudah dikenal maju industri fashion-nya, namun di area Asia masih terbagi dua kemajuannya. Dan, Indonesia, sama halnya dengan Korea, masih termasuk negara yang sedang dalam tahap perkembangan atau development untuk dapat menembus pasar fashion yang lebih tinggi dan terkenal seperti di Amerika dan Eropa. Karena itu, saya lebih berharap Indonesia dan Korea bisa sama-sama berusaha dan saling membangun agar industri fashion Asia bisa memasuki industri fashion yang lebih maju dan bukan berfokus pada ‘apakah fashion Korea terkenal di Indonesia?’ atau sebaliknya. Seperti di Korea, meskipun Saint Ego adalah brand yang relatif baru, banyak desainer-desainer senior yang membantu dan membuka jalan untuk memasuki lanskap fashion yang lebih tinggi.


Dapatkan info terkini serta inspirasi seputar pergelaran Jakarta Fashion Week 2023 di situs ini dan JFW.TV, juga bisa klik media sosial resmi Jakarta Fashion Week berikut ini: InstagramFacebookTikTokTwitter, dan Pinterest. (JFW)

Baca juga:
Membaca Tren Hairdo 2023
Percikan Avant Garde dalam Lanskap Mode Indonesia
Semakin Trendi dengan Hiasan Kepala
Mengenal 5 Prinsip Sustainable Fashion Para Desainer di JFW 2023
Mengemas Wastra Nusantara dalam Mode Modern
Sweet Pop, Inspirasi Desain Candy Color


Foto: Dok. JFW