News

9 Tip Menjadi Fashionpreneur dari Para Pendiri Fashion Brand

Tuesday, 22 Nov 2022

by JFW

Perlu diakui bahwa industri mode berkembang sangat pesat. Hal ini juga diamini oleh Menteri Perdagangan RI, Zulkifli Hasan saat membuka pekan mode Jakarta Fashion Week (JFW) 2023, Oktober 2022. Menurutnya, permintaan pasar akan produk mode terus mengalami peningkatan, baik dari dalam maupun luar negeri.
 
Tentunya, informasi tersebut menjadi kabar gembira bagi orang-orang yang ingin memulai usaha di industri ini. Untuk itu, kami menghimpun tip untuk memulai usaha bagi calon fashionpreneur dari para pendiri fashion brand yang juga menampilkan koleksinya di Jakarta Fashion Week (JFW) 2023.

(Foto: Pembeli sedang memilih busana di Dewi's Luxe Market JFW 2023)(Foto: Pembeli sedang memilih busana di Dewi's Luxe Market JFW 2023)

Apa saja yang bisa Anda lakukan untuk mengawali langkah pertama di pasar mode?
 
1. Riset Kebutuhan Pasar
Yeri Afriyani, pendiri CALLA The Label menyarankan para calon fashionpreneur untuk tidak meninggalkan riset sebelum memulai usaha. Baginya, riset pasar adalah dasar untuk memulai usaha. 
 
“Lihat dulu pasar, butuh atau nggak,” ujarnya. Ia menjelaskan bahwa kebutuhan pasar akan menentukan apa yang harus dilakukan. “Kalau tidak dibutuhkan di pasar, pasti akan sulit. Atau yang kedua, bisa jadi dibutuhkan di pasar, tapi kompetitornya banyak. Itu juga sulit,” imbuhnya. Ia mengingatkan para calon fashionpreneur agar pintar membaca peluang.

(Foto: Pembeli sedang memilih busana di FashionLink JFW 2023)
 
2. Tentukan Diferensiasi
Yeri mengakui bahwa di industri fashion, ada banyak pemain yang mungkin menyediakan produk hampir sama. Ia menceritakan CALLA The Label sendiri yang harus bersaing dengan tidak sedikit  brand lain yang juga menggunakan teknik printing. 
 
Oleh karenanya, ia menganggap bahwa diferensiasi produk adalah hal yang sangat fundamental. “Tentukan DNA brand-nya seperti apa,” cetusnya.
(Foto: Yeri Afriyani, pendiri CALLA The Label)
 
3. Starting Small
Menurut Yeri, wajar bila seorang fashionpreneur pemula ingin cepat merasakan keuntungan dari hasil usahanya. Akan tetapi, ia berpendapat, “Kalau bicara tentang baju, yang (bagi sebagian orang) menjadi kebutuhan sekunder atau tersier, return of investment-nya lama.”
 
Oleh karenanya, ia menyarankan untuk benar-benar menghitung anggaran agar tidak terlalu membengkak. “Karena modalnya juga tidak besar,” ujarnya mengingatkan.

Ia menceritakan awal perjalanan CALLA The Label yang dimulai dengan patungan bersama adiknya sebesar masing-masing sepuluh juta rupiah. “Kami mencapai BEP (break event point) setelah tiga bulan. Jadi di awal membuat CALLA The Label, kami hanya membuat 5 stock keeping unit (SKU). Per SKU terdapat ukuran S, M, L, masing-masing sebanyak tiga pieces,” ceritanya.
 
Menurutnya, memulai dengan jumlah yang tidak terlalu besar akan memudahkan kita untuk segera melakukan evaluasi. “Starting small, belajarnya juga jadi banyak,” imbuhnya.
 
4. Jangan Dimulai dari Utang
Yeri mengingatkan agar untuk tidak memulai usaha dari utang. Sebab, ketika ada pemasukan, kita juga harus memikirkan bagaimana cara menutup utang untuk modal.
 
5. Tidak Harus Punya Offline Store
Nisa Pratiwipendiri HijabChic, mengatakan bahwa di era digital ini sudah selayaknya sebuah usaha go digital pula. Menurutnya, fashionpreneur pemula tak harus memiliki offline store. Sebab, biaya untuk hal tersebut tentu akan lebih tinggi. Ia berpandangan bahwa berjualan secara daring akan sangat membantu untuk memangkas anggaran.
 
6. Investasi dan Pengembangan Teknik Digital
Menurut Nisa, ketika sudah terjun ke bisnis dengan memanfaatkan teknologi digital, maka calon fashionpreneur perlu investasi dalam bentuk tim. “Harus punya tim supaya usahanya bisa gerak,” ujarnya. Sebab, akan sulit ketika semua harus ditangani sendiri. Sementara, di saat yang bersamaan kita juga harus melakukan riset, produksi, strategi promosi, dan mengelola keuangan.
 
Di samping itu, menurutnya, fashionpreneur juga harus berinovasi untuk mengembangkan teknik digital yang digunakan. “Bagaimana caranya supaya kita bisa omni-channel, multi-penjualan, ya. Saat ini pun kami sedang mengembangkan sistem pembelian secara online tapi diambil di toko,” terangnya.

(Foto: Nisa Pratiwi, pendiri HijabChic diapit oleh para model saat performanya di JFW 2023)
 
7. Ikut Pameran
Lira Krisnalisa yang mendirikan label Jenna&Kaia memberikan saran bagi para fashionpreneur untuk tidak ragu mengikuti pameran. “Dulu saya memberanikan diri ikut pameran. Di Jakarta, kan, banyak banget (pameran), saya jadi sering ikut pameran,” ceritanya. Menurutnya, mengikuti pameran adalah salah satu teknik promosi yang bisa langsung dikonversi ke penjualan. 
 
Ia menambahkan, “Walaupun sehari laku satu atau dua baju saja, atau tidak ada penjualan sama sekali, saya bersyukur di tahun ketiga Jenna&Kaia sudah bisa ikut JFW. Dulu saya berpikir bahwa ikut JFW itu impossible banget,” tambahnya. 
 
8. Kolaborasi
Lira mengatakan bahwa kolaborasi sangat diperlukan. “Sudah tidak zamannya sikut-sikutan,” tuturnya.

(Foto: Lira Krisnalisa, pendiri Jenna&Kaia)
 
9. The Power of Word of Mouth
Menurut Yeri, salah satu kunci dalam usaha adalah memberikan pengalaman yang memuaskan bagi konsumen, sehingga mereka akan menjadi agen-agen word of mouth usaha kita. “Jadi mereka akan mention kita di medsos juga, akhirnya makin banyak yang tahu. Kalau membayar orang (untuk melakukannya), pasti mahal,” tegasnya.
 
Nah, kira-kira langkah mana yang sudah atau belum Anda jalankan?

Dapatkan info terkini serta inspirasi seputar pergelaran Jakarta Fashion Week 2023 di situs ini dan JFW.TV, juga bisa klik media sosial resmi Jakarta Fashion Week berikut ini: InstagramFacebookTikTokTwitter, dan Pinterest(JFW)
 
Baca juga:
Deretan Selebriti yang Jadi Model di JFW 2023 
Prediksi Tren Riasan 2023 Bagi Penggemar Modest Wear
Kreativitas VS Inovasi di JFW 2023
The Future Couture, Bukan Hanya Soal Kerumitan Pembuatan Suatu Karya Adibusana 
Keanggunan yang Terinspirasi Busana Pengantin Tradisional
Hijack Sandals, Menaikkan Level Sandal di Dunia Fashion

Foto: Dok. JFW