News

Menengok Kembali Karya-Karya Brilian Para Kesatria Fashion di Dewi Fashion Knights

Monday, 25 Oct 2021

by JFW

Sejak pertama kali digelar pada 2008, Dewi Fashion Knights (DFK) adalah panggung puncak pergelaran Jakarta Fashion Week. DFK adalah sebuah perayaan bagi karya terbaik fashion Indonesia. Dari tahun ke tahun, pergelarannya adalah creme de la creme dengan menghadirkan deretan nama desainer papan atas dengan koleksi istimewa mereka.

Gemerlap Dewi Fashion Knights juga menjadi aspirasi tersendiri bagi para desainer muda. “Saya ingat betul waktu itu baru pulang dari New York. Obviously saya enggak dapat undangan DFK. Saya ada di tenda Jakarta Fashion Week saat acara Dewi Fashion Knights berlangsung. Waktu itu koleksi yang sedang tampil Tex Saverio yang ukiran kayu, saya lihat dari screen. Momen itu yang membuat saya merinding dan bertanya-tanya kapan, ya, saya ada di situ,” kata Toton kepada Dewi.

Pergelaran Dewi Fashion Knights memang selalu meninggalkan kesan. Tahun ini, Dewi Fashion Knights akan kembali hadir di panggung Jakarta Fashion Week 2022. Sebelum itu, mari tengok kembali rangkaian gemerlap karya dari panggung Dewi Fashion Week dari masa ke masa.

Ragam Interpretasi Masa Depan dari DFK 2015

Tahun 2015 menjadi tahun yang menyenangkan bagi Dewi Fashion Knights. Malam itu, panggung Dewi Fashion Knights 2015 menampilkan desainer-desainer muda. Rinaldy Yunardy, Felicia Budi, Peggy Hartanto, Lulu Lutfi Labibi, dan Haryono Setiadi adalah lima desainer yang menampilkan mahakarya mereka di gelaran Dewi Fashion Knights.

‘Eyes to The Future’ adalah tema Dewi Fashion Knights 2015. Kelima desainer pun menampilkan hasil interpretasi mereka yang menyegarkan. Felicia Budi misalnya yang menggunakan kain tenun Nusa Tenggara Timur tanpa warna berpadu dengan teknik desain yang eksperimental nan modern. Sementara Lulu Lutfi Labibi menghadirkan desain khasnya menggunakan kain lurik dan padanan kain tenun lain yang kontemporer

Tak ketinggalan ada Rinaldy Yunardy yang sukses mencengangkan publik dengan iterpretasinya atas material bambu. Bahan yang identik dengan arsitektur tropis itu ia sulap menjadi aksesori nan futuristik.

Sementara Peggy Hartanto dan Haryono Setiadi menerjemahkan tema futuristis tersebut lewat siluet urban yang feminin.

Kelindan Waktu dan Budaya dalam DFK 2016

Lewat pergelaran Dewi Fashion Knights 2016, para kesatria mode mengajak kita berjalan menelisik waktu dan ragam budaya Indonesia. Mulai dari Didi Budiardjo yang mengadaptasi upacara Grebeg Sekaten serta gaya pakaian tentara keraton dan para aristrokat Jawa. 

Perjalanan melintas waktu lantas dilanjutkan dengan persembahan Major Minor Maha dengan koleksi yang terinspirasi dari lukisan “Penangkapan Diponegoro” karya Raden Saleh. Dari masa prakolonial, Sapto Djojokartiko mempersembahkan tribut untuk David Bowie dengan rasa desainnya yang khas.

Sementara Felicia Budi mempersembahkan koleksi yang personal dengan mengadaptasi budaya peranakan yang dekat dengan masa kecilnya. Selanjutnya kita diajak melompat jauh ke masa depan bersama Vinora dengan koleksi dekonstruktif yang kental rasa kontemporer.

Terakhir, ada Toton yang meramu rasa melankolis dan nostalgia dari perjalanan melintas budaya dan waktu. Rasa itu ia hadirkan lewat desain yang romantis dan feminin.

Parade ‘Modernisme’ dalam DFK 2017

Apa itu modernisme? Kelima kesatria DFK 2017 menampilkan masing-masing interpretasinya. Toton menerjemahkan modernisme lewat rangkaian rancangan denim—material yang selalu on trend sejak awal penemuannya. Sementara Hian Tjen menampilkan gaya retro futuristik lewat koleksi “Symmetrophilia”. 

Lain lagi Major Minor yang mengadaptasi karya duo maestro seni rupa modern Pablo Picasso dan Henri Matisse untuk koleksinya. Pakaian yang ditampilkan menjelma selayaknya kanvas bagi kedua desainer Major Minor menumpahkan makna modernisme. 

Modernisme memang bisa berarti banyak hal, dan bagi Peggy Hartanto itu juga bisa berarti kerusakan alam. Gempa Fukushima dan ledakan reaktor listrik tenaga Nuklir di Jepang itu lantas ia pilih sebagai inspirasinya, menampilkan desain-desain menyerupai deformasi.

Terakhir, ada Rani Hatta yang mendefinisikan modernisme sebagai peleburan gender. Lewat koleksinya, ia menerjemahkan konsep tersebut dalam desain sporty nan futuristik berbalut warna-warna monokrom hitam, putih, silver.

Makna Pahlawan di Panggung DFK 2018

Sejauh Mata Memandang, Rinaldy A. Yunardi, Sean Sheila, dan Byo didapuk sebagai empat kesatria fashion Dewi Fashion Knights 2018. Tema yang menjadi PR mereka saat itu ialah “Heroes”. Rinaldy A. Yunardi mengidentikan pahlawan dengan perempuan. Maka ia merancang rangkaian aksesoris berjudul “The Face” untuk menggambarkan ragam rupa perempuan.

Terinspirasi dari karya fotografer Chris Jordan tentang sampah plastik, Sean Sheila mengadaptasi karya pahlawan mereka tersebut dalam bentuk pakaian dengan memadukan material PVC, bubble wrap, serta cling wrap. Koleksi nan futuristik juga ditampilkan dari Byo sebagai homage bagi orangtua yang telah menjadi pahlawannya selama ini. 

Sementara Sejauh Mata Memandang menampilkan koleksi yang mereka buat bersama ibu-ibu dari rumah susun Marunda. “Untuk Sejauh Mata Memandang, ibu-ibu pengrajin kami adalah real heroes,” kata Chitra Subyakto tentang koleksinya. 

Melebur Batas di DFK 2019

Di penghujung dekade pertama abad 21 batas-batas menjadi kian saru dan kabur. Maka tema “Borderless” dipilih untuk diterjemahkan oleh masing-masing kesatria fashion. Adrian Gan menggunakan kesempatan ini untuk menampilkan koleksi di luar zona nyamannya, yakni dengan membuat koleksi yang menurutnya lebih “santai”. Santai tak lantas membuat Adrian membuat koleksi yang minimalis. Meski terlihat lebih sederhana dengan siluet yang rileks, tak diragukan lagi kemahiran teknis Adrian dalam mencipta detail-detail pakaian dalam koleksi ini. 

Sementara Mel Ahyar mengeksplorasi relasi baurnya batas ruang dengan kedirian lewat koleksinya untuk DFK 2018. Karyanya menampilkan serangkaian koleksi yang begitu berbeda satu dengan yang lain, menekankan pada individualitas manusia modern. Lain lagi dengan Jeffry Tan yang mendefinisikan “borderless” lewat koleksi sarat dualitas perempuan. 

Terakhir, ada Auguste Soesastro yang membaurkan elemen-elemen pakaian modern dengan pakaian tradisional. Ia melakukan ini dengan mengekstraksi esensi pakaian tradisional Jawa yang kemudian diadaptasi dengan sensibilitas modern.

Ode kepada Ibu Bumi dari DFK 2020

Tahun lalu, tema “Gaia” dipilih untuk panggung Dewi Fashion Knights 2020. Tiga kesatria fashion, Lulu Lutfi Labibi, Sejauh Mata Memandang, dan Toton terpilih sebagai kesatria fashion untuk mengeksplorasi tema tersebut.

Hal-hal spiritualitas dan kepedulian terhadap lingkungan adalah dua hal yang kental dalam eksplorasi ketiga desainer ini. Masing-masing dengan gaya dan karakter mereka yang khas. Lulu misalnya menggabungkan fashion dengan sastra, menciptakan koleksi yang melankolis nan sakral. Sementara Sejauh Mata Memandang menampilkan karya yang sarat dengan kepolosan dan kesucian Ibu Bumi lewat rangkaian pakaian yang didominasi warna putih.

Terakhir, ada Toton yang mengambil konsep-konsep perlindungan spiritualitas dalam koleksinya. Konsep itu lantas itu terjemahkan dalam siluet-siluet pakaian yang feminin.

Nantikan pergelaran DFK 2021 di Jakarta Fashion Week 2022!