News

Meredefinisikan Makulinitas: Desain-desain Fluid di Runway JFW 2023

Thursday, 15 Dec 2022

by JFW

Revolusi dalam womenswear telah lama terjadi. Le Smoking Tuxedo-nya Yves Saint Laurent yang mencuat dan menjadi pionir pantsuit bagi perempuan menjadi penanda pembebasan mereka dalam dunia mode. Perempuan tak lagi harus mengenakan rok dan korset semata. Mereka bisa tampil dengan celana yang membuat gerak mereka lebih dinamis.

Seiring dengan semakin berkembangnya penerimaan atas feminisme, dunia mode semakin memfasilitasi perempuan untuk keluar dari ikatan-ikatan konstruksi gender seperti perempuan harus menunjukkan keanggunan lewat rok, warna cerah dan pastel, atau motif bunga. Hingga sekarang, perempuan punya banyak pilihan dalam dunia mode untuk mengekspresikan dirinya.

Akan tetapi, kita patut bertanya pada diri sendiri: apakah hal tersebut sudah berlaku bagi laki-laki—dalam hal menswear? Ketika seorang perempuan mengenakan setelan jas, jeans, kaos, atau kemeja, mereka dianggap berdaya, maju, atau modern. Sebaliknya, ketika laki-laki mengenakan warna-warna muda, cerah, atau pastel dan rok, masyarakat kita tidak dapat menerimanya.

Maskulinitas Toksik dan Bias dalam Menilai Mode
Ketika Harry Styles tampil solo di sampul Vogue 2020 dengan dress, kontrroversi pun muncul. Budaya patriarki akan melabeli laki-laki yang berpenampilan seperti itu sebagai ‘bukan laki-laki seutuhnya’. Laki-laki yang berpakaian demikian diasosiasikan dengan rapuh, lemah, kemayu—yang dalam budaya patriarki dilekatkan pada sifat perempuan. Tentunya pendapat tersebut merupakan produk dari konstruksi identitas gender yang mengunggulkan maskulinitas sebagai sesuatu yang terhormat dan siapa pun yang melanggarnya akan dinilai berkurang nilainya atau bahkan tidak bernilai.
 
Dalam budaya kita memang tumbuh konstruksi sosial bahwa laki-laki harus berpakaian maskulin seperti menggunakan setelan jas, kemeja, atau celana. Laki-laki juga tak selayaknya menggunakan pakaian berwarna terang atau muda, bermotif floral, serta berbahan tidak kaku dan tegas. Inilah yang membuat masyarakat kita memiliki bias dalam menilai mode untuk laki-laki. Tumbuh pengotak-kotakan tentang mana yang disebut pantas untuk digunakan laki-laki dan mana yang bukan. Akhirnya, laki-laki terjebak pada pilihan yang sangat terbatas lantaran maskulinitas toksik tersebut.
 
Desain Fluid: Melepaskan Laki-laki dari Maskulinitas Toksik
Di beberapa pekan mode dunia, desain-desain fluid menghadirkan nilai inklusivitas untuk menentang maskulinitas toksik. Desainer Indonesia juga tak ketinggalan dalam semangat ini. Beberapa rancangan fluid tampil di Jakarta Fashion Week (JFW) 2023 yang digelar pada 24-30 Oktober 2022 di City Hall Pondok Indah Mall 3.
 
Desain-desain fluid ini mewakili genderless atau gender neutral dalam fashion yang berani melepaskan diri dari stereotipe warna, tekstur, dan jenis kelamin dalam pembuatannya. Tentunya, dengan demikian, desain-desain ini juga melepaskan laki-laki dari maskulinitas toksik yang telah dibangun oleh patriarki.
 
Salah satu desainer yang membawakan desain fluid ini adalah Hartono Gan. Desain-desain yang ia bawakan kental dengan nuansa glamrock era ’70-an. Penonton dibuat kagum ketika seluruh model mengenakan boots dengan hak tinggi. Hartono Gan menghadirkan material silky dan busana V neck berpotongan rendah untuk model laki-laki.

(Foto: Koleksi Hartono Gan di JFW 2023)
 
Selain itu, detail ruffles di bagian leher juga menambah kesan fluid. Ia juga tak ragu mengaplikasikan warna gold. Penggunaan rok dalam setelan juga melengkapi perspektif Hartono mengenai gender neutral atau genderless fashion.

(Foto: Koleksi Hartono Gan di JFW 2023)
 
Jenama yang baru pertama kali tampil di JFW, Tanah Le Saé, juga secara berani menghadirkan potongan-potongan yang fluid dalam koleksi yang dibawakannya. Menggunakan beberapa material lama atau sisa seperti sapu tangan dan gorden, beberapa koleksi mereka tampak apik dengan detail renda. See-trough sleeveless bermaterial renda tampak apik melekat di badan model.  

(Foto: Koleksi Tanah Le Sae di JFW 2023)

Tanah Le Saé juga banyak menghadirkan rok, baik dengan teknik drapping, berpotongan lurus maupun A. Bila dihitung, Tanah Le Saé adalah desainer yang paling banyak menampilkan rok untuk model laki-laki. Sepatu balet yang dikenakan oleh para model pria juga mencuri perhatian.
 
(Foto: Koleksi Tanah Le Sae di JFW 2023)
 
Desainer muda ini juga menghadirkan square neck yang umumnya ditemukan pada blouse perempuan. Penggunaan lengan balon dan atasan yang panjangnya melebihi lutut memunculkan kesan elegan.

(Foto: Koleksi Tanah Le Sae di JFW 2023)
 
Wilsen Willim yang berkolaborasi dengan Warisan Budaya Indonesia (WBI) dan Cita Tenun Indonesia (CTI) memberikan sumbangan dalam desain-desain fluid di JFW 2023. Bunga-bunga warna biru dari batik dan tenun berpadu manis dengan warna monokrom hitam-putih. Pants with skirt overlay dan potongan batwing sleeves memperkuat nilai genderless atau gender neutral di koleksinya.

(Foto: Koleksi Wilsen Willim di JFW 2023)
 
ANW, finalis Fashion Force tahun ini juga menghadirkan rancangan fluid yang luar biasa dengan teknik crochet. Pemilihan warna ungu muda dan merah maroon tampak menyita perhatian. Crochet yang didesain menempel ke tubuh tersebut dilengkapi dengan kemeja oversized putih. Material kemeja juga dijadikan rok dalam koleksinya.

(Foto: Koleksi ANW di JFW 2023)
 
Harry Halim yang karyanya sudah banyak dipakai oleh selebriti internasional juga membawakan desain-desain fluid di JFW 2023. Ia menghadirkan bustier berbahan denim dan kulit yang dipadukan dengan detail mengembang. Harry juga menghadirkan see-trough material dengan bordir merah di area dada. Penggunaan teknik drape juga menjadi penanda dalam koleksinya ini.

(Foto: Koleksi Harry Halim di JFW 2023)
 
Peragaan The Impossible Love yang awalnya kental dengan nuansa punk rock dan dark ini ternyata tidak hanya menghadirkan warna gelap. Harry Halim memberi kejutan di runway dengan menghadirkan warna-warna vibrant seperti merah, hijau neon, dan juga ungu serta toska. Mantel berbulu yang umumnya lebih sering dikenakan perempuan dihadirkan oleh Harry Halim dengan celana drape di atas lutut.  

(Foto: Koleksi Harry Halim di JFW 2023)
 
Material satin juga menjadi kekuatan dalam desain-desain fluid Harry Halim. Ia memperkuat prinsip genderless atau gender neutral fashion bahwa warna, material, dan teknik tertentu tidak harus diasosiasikan dengan jenis kelamin tertentu.


(Foto: Koleksi Harry Halim di JFW 2023)
 
Dapatkan info terkini serta inspirasi seputar pergelaran Jakarta Fashion Week 2023 di situs ini dan JFW.TV, juga bisa klik media sosial resmi Jakarta Fashion Week berikut ini: InstagramFacebookTikTokTwitter, dan Pinterest(JFW)
 
Baca juga:
Menetralisasi Gender dalam Fashion dari Perspektif Desainer Hartono Ga
Deretan Selebriti Tanah Air yang Menyaksikan Gelaran JFW 2023
Tampilan Modern Kontemporer Kain Nusantara
Dihadiri Lebih Dari 650 Ribu Orang, JFW Bangunkan Industri Mode 2023
Sentuhan Tangan dan Detail Apik Koleksi Mode Teranyar
Tak Lekang oleh Waktu: Inspirasi Kebaya di JFW 2023
Estetika Tak Terbatas Simpul-Simpul Makrame
9 Tip Menjadi Fashionpreneur dari Para Pendiri Fashion Brand
Bak Taman Bunga, Ragam Eksplorasi Motif Flora
Eksplorasi Cantik dalam Karya Etikal ala DIGO DESIGN
 
Foto: Dok. JFW